Tuesday 14 July 2015

TCID (PT. Mandom Indonesia Tbk.)

JAKARTA. Kontan.co.id. Musibah kebakaran yang melanda pabrik baru milik PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) Jumat lalu berpotensi mengganggu kinerja perusahaan. Pasalnya, ada satu lini produksi yang dipastikan tidak bisa lagi digunakan untuk produksi akibat kebakaran tersebut.
"Untuk lini produksi aerosol sudah tidak bisa lagi digunakan. Lini ini untuk memproduksi produk seperti deodoran," jelas Alia Dewi, Sekretaris Perusahaan Mandom Indonesia kepada KONTAN, Senin (13/7).
Namun, dia belum bisa merinci berapa kapasitas produksi lini tersebut. Sedikit gambaran, jika melihat jenisnya, produk tersebut masuk kedalam produk wangi-wangian.
Hingga kuartal I tahun ini, penjualan wangi-wangian yang diproduksi emiten dengan kode saham TCID di Bursa Efek Indonesia tersebut tercatat Rp 170,87 miliar. Periode yang sama tahun sebelumnya tercatat Rp 154,81 miliar.
Alia memastikan, hanya lini aerosol yang tidak bisa digunakan kembali, sementara link lainnya masih bisa beroperasi dengan normal. "Ini sedang kami pikirkan concern kemana, apa (lini produksi aeroso) mau dipindah atau seperti apa," imbuhnya.

Peringkat Saham 5 Perusahaan versi Investor Tale

Agar berguna bagi para pembacanya, Investor Tale akan menerbitkan peringkat saham-saham yang ada di BEI. Untuk saat ini perhitungan akan didasarkan pada Price Earning Ratio (PER) perusahaan. Kedepannya tentu saja akan banyak perhitungan lain yang akan disertakan. Semoga bermanfaat.
1. PT. Telkom Indonesia (TLKM) 76.24 X
2. PT. Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) 93.53 x
3. PT. Jasamarga (JSMR) 118.65 x
4. PT. Unilever Indonesia (UNVR) 191.23 x
5. PT. Adhi Karya Persero Tbk (ADHI) 444.07 x

Monday 6 July 2015

Semen Indonesia optimis pertahankan pangsa pasar

AMRT (PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk)

Detik Finance - Jakarta -Pemilik gerai Alfamart, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) akan menerbitkan obligasi sebesar Rp 1 triliun di bulan ini.

Obligasi ini merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan I senilai total Rp 2 triliun. Surat utang ini akan diterbitkan dalam dua seri, yaitu seri A yang akan jatuh tempo pada 8 Mei 2018, dan seri B pada 8 Mei 2020.

Presiden Direktur Perseroan Anggara Hans Prawira mengatakan, penerbitan obligasi ini untuk menutupi utang perseroan sebelumnya alias refinancing.

"Obligasi Rp 2 triliun, yang Rp 1 triliun sudah selesai, kita mau ngambil lagi yang Rp 1 triliun, bulan ini beres," ujarnya saat buka puasa bersama media di kawasan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/7/2015).

Obligasi tersebut, sebesar 50% digunakan untuk membayar jumlah utang jangka pendek (revolving) kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), sisanya sebesar 50% lagi digunakan untuk membayar utang PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

"Tahun ini dari bonds cuma untuk refinancing," katanya.

Perseroan juga menyiapkan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 2 triliun yang keseluruhan dananya berasal dari internal Capex ini akan digunakan untuk ekspansi gerai dan Distribution Center (DC) baru serta peremajaan existing gerai.

"Capex Rp 2 triliun termasuk toko, DC, renovasi," terangnya.

Hans mengungkapkan, di tengah perlambatan ekonomi pihaknya masih optimis bisa mencetak kinerja yang lebih baik. Perseroan membidik kenaikan angka penjualan sebesar 15% tahun ini.

Menurutnya, seiring penyerapan belanja pemerintah yang lebih agresif, perekonomian juga semakin baik sehingga mendorong kinerja perseroan lebih positif.

"Kita lihat kuartal satu ekonomi jelek sekali, tapi ada recovery lumayan di industri kita, semua orang belanja ya, kita akan tumbuh setelah lebaran, kita cukup optimis," ujarnya.

Sepanjang kuartal I-2015, Sumber Alfaria mencatatkan pendapatan sebesar Rp 10,3 triliun atau naik 12,7% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 9,14 triliun.

Namun, perseroan masih membukukan rugi bersih sebesar Rp 37,6 miliar. Pada kuartal I-2014, rugi bersih perseroan berada di posisi Rp 10,01 miliar.

"Yang kita takut sekali tentunya dolar, sekarang menguatnya lumayan, kalau dolarnya terus seperti ini kita agak ngeri karena semua komponen kan tidak semua lokal tapi ada impor, manufakturing komponen impornya tinggi, saat ini semua supplier nahan harga, tapi kalau melihat terus seperti ini rasanya supplier juga akan naikin harga, kira worry nya di situ, kalau dolar terus meningkat, mungkin harga kita nggak bisa nahan," imbuh Hans.

MTFN (PT. Capitalinc Investment Tbk)

Bareksa.com- PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN) akhirnya dapat kembali diperdagangkan sejak sesi I hari ini, 2 Juli 2015 di pasar reguler dan pasar tunai. Pergerakan harga saham hingga penutupan hari ini MTFN bergerak naik 4,3 persen menjadi Rp72.
Saham MTFN disuspen oleh otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 3 Juni 2015 karena penurunan harga saham yang sangat signifikan sebesar 76,21 persen dari Rp290 menjadi Rp69 dari 17 April - 1 Juni 2015.
Sebelumnya MTFN juga sempat mengalami hal serupa, penurunan harga saham sebesar 60,43 persen sejak 17 April - 19 Mei. Karena itu dalam rangka cooling down otoritas Bursa menghentikan sementara perdagangan sahamnya pada 20 Mei.
Penurunan harga saham MTFN terjadi setelah pengunduran diri salah satu Direktur MTFN, Hendrayanto M. Sakti pada 17 April 2015 dan hasil laporan keuangan akhir 2014 yang disampaikan pada akhir Mei 2015  membukukan kerugian Rp1,57 triliun. Padahal tahun sebelumnya MTFN dapat mengantongi laba  Rp210 miliar
Buruknya kinerja MTFN pada 2014 disebabkan oleh anjloknya perlambatan pendapatan sebesar 64 persen menjadi Rp150 miliar dibanding tahun sebelumnya  Rp421 miliar. Pada 2014 divestasi entitas anak menyumbang Rp349 miliar terhadap total pendapatan induk.
Selain itu beban perusahaan yang sangat tinggi mencapai Rp1,67 triliun atau naik hingga 82,8 persen dari sebelumnya Rp288 miliar semakin menekan kerugian perusahaan karena kerugian penurunan nilai goodwill yang sangat tinggi hingga Rp1,23 triliun.
Sejak 17 April- 1 Juni 2015 Jasa Utama Capital (YB) tercatat sebagai broker penjual terbanyak saham MTFN hingga 21,6 juta lot atau Rp437,3 miliar atau 33,6 persen dari seluruh nilai transaksi yang mencapai Rp1,3 triliun.
Selain YB,  Wanteg Securindo juga banyak menjual MTFN sebanyak 6,8 juta lot senilai Rp150,5 miliar.