Detik Finance - Jakarta -Pemilik gerai Alfamart, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (
AMRT) akan menerbitkan obligasi sebesar Rp 1 triliun di bulan ini.
Obligasi
ini merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan I senilai total
Rp 2 triliun. Surat utang ini akan diterbitkan dalam dua seri, yaitu
seri A yang akan jatuh tempo pada 8 Mei 2018, dan seri B pada 8 Mei
2020.
Presiden Direktur Perseroan Anggara Hans Prawira
mengatakan, penerbitan obligasi ini untuk menutupi utang perseroan
sebelumnya alias
refinancing.
"Obligasi Rp 2 triliun,
yang Rp 1 triliun sudah selesai, kita mau ngambil lagi yang Rp 1
triliun, bulan ini beres," ujarnya saat buka puasa bersama media di
kawasan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/7/2015).
Obligasi tersebut, sebesar 50% digunakan untuk membayar jumlah utang jangka pendek (
revolving) kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), sisanya sebesar 50% lagi digunakan untuk membayar utang PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
"Tahun ini dari
bonds cuma untuk
refinancing," katanya.
Perseroan juga menyiapkan dana belanja modal atau
capital expenditure (capex) sebesar Rp 2 triliun yang keseluruhan dananya berasal dari internal Capex ini akan digunakan untuk ekspansi gerai dan
Distribution Center (DC) baru serta peremajaan existing gerai.
"Capex Rp 2 triliun termasuk toko, DC, renovasi," terangnya.
Hans
mengungkapkan, di tengah perlambatan ekonomi pihaknya masih optimis
bisa mencetak kinerja yang lebih baik. Perseroan membidik kenaikan angka
penjualan sebesar 15% tahun ini.
Menurutnya, seiring penyerapan
belanja pemerintah yang lebih agresif, perekonomian juga semakin baik
sehingga mendorong kinerja perseroan lebih positif.
"Kita lihat kuartal satu ekonomi jelek sekali, tapi ada
recovery lumayan di industri kita, semua orang belanja ya, kita akan tumbuh setelah lebaran, kita cukup optimis," ujarnya.
Sepanjang
kuartal I-2015, Sumber Alfaria mencatatkan pendapatan sebesar Rp 10,3
triliun atau naik 12,7% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp
9,14 triliun.
Namun, perseroan masih membukukan rugi bersih
sebesar Rp 37,6 miliar. Pada kuartal I-2014, rugi bersih perseroan
berada di posisi Rp 10,01 miliar.
"Yang kita takut sekali tentunya dolar, sekarang menguatnya lumayan, kalau dolarnya terus seperti ini kita agak
ngeri karena
semua komponen kan tidak semua lokal tapi ada impor, manufakturing
komponen impornya tinggi, saat ini semua supplier nahan harga, tapi
kalau melihat terus seperti ini rasanya
supplier juga akan naikin harga, kira
worry nya di situ, kalau dolar terus meningkat, mungkin harga kita nggak bisa nahan," imbuh Hans.