Monday 5 March 2018

Review Saham: AISA (5 Maret 2018)


Tuesday 11 April 2017

AALI dan SGRO pastikan pembagian dividen

Kontan. JAKARTA. Kondisi yang kurang bersahabat tak mencegah emiten perkebunan untuk tetap memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham. Sejumlah emiten sektor perkebunan seperti PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) tetap berencana membagikan dividen tahun buku 2016. 
"Dividen sudah pasti, seperti tahun-tahun sebelumnya," kata Investor Relation SGRO Michael Kusuma, Selasa (11/4). Namun, besarannya belum sepenuhnya ditentukan. 
Sedikit menengok kebelakang, tahun lalu SGRO membagikan dividen tahun buku 2015 sebesar Rp 25 per saham atau total Rp 45,46 miliar. Besaran itu setara dengan pay out ratio 18% dari laba bersih SGRO 2015, Rp 247,57 miliar. 
SGRO hampir saja terpaksa menahan dividen. Pasalnya, SGRO kuartal III 2016 hampir mencatat kerugian. Pada periode tersebut, Laba bersih SGRO anjlok hingga 87% menjadi Rp 25,51 miliar dari sebelumnya Rp 194,94 miliar. 
Penurunan laba bersih tersebut seiring dengan penurunan penjualan perseroan. Total penjualan perseroan tercatat Rp 1,49 triliun atau turun 30,37% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 2,14 triliun. 
Penurunan penjualan terjadi pada penjualan minyak sawit dan inti sawit perseroan yang tercatat Rp 1,37 triliun atau turun 33,49% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang Rp 2,06 triliun. 
Beruntung, tekanan di sektor perkebunan berangsur-angsur memudar. Sehingga, Kinerja kuartal IV-2016 penyelamat SGRO
Laba bersih SGRO hingga akhir tahun justru ditutup dengan lompatan 78% dibandingkan tahun sebelumnya, yakni Rp 442 miliar berbanding Rp 247,57 miliar. Torehan itu dipicu oleh dua hal, meningkatnya produksi dan kenaikan harga CPO global yang menembus level US$ 750 per ton. 
Michael menambahkan, besaran dividen yang dibagikan masih dalam tahap pembahasan manajemen. "RUPS nya nanti bulan Juni mendatang," imbuhnya. 
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tak mau ketinggalan. Anak usaha Grup Astra itu akan segera membagikan dividen Rp 469 per saham. Totalnya mencapai Rp 902 miliar, atau setara pay out ratio sekitar 45% dari laba bersih tahun lalu, Rp 2,01 triliun. 
Rencana itu malah sudah memperoleh persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS) AALI kemarin, Selasa (11/4). 
“Pada 12 Mei 2017 akkan dibayarkan sebesar Rp 370 per saham,” kata Widya Wiryawan, Presiden Komisaris AALI di Jakarta. 
Mengingatkan saja, tak beda jauh dengan emiten lainnya yang sebagian besar mencatat pertumbuhan single digit. Pendapatan AALI meningkat 9% year on year (yoy) menjadi Rp 14,12 triliun sepanjang 2016 dari sebelumnya Rp 13,06 triliun. 
Tapi dari segi bottom line, AALI jadi yang paling moncer menyalip SGRO. Laba bersihnya melonjak 224% menjadi Rp 2,01 triliun dari sebelumnya Rp 619,11 miliar.

Reporter Dityasa H Forddanta 
Editor Barratut Taqiyyah

Thursday 4 August 2016

Laba Bersih Link Net Naik 26%

Jakarta - PT Link Net Tbk (LINK) yang bergerak dalam bidang penyediaan jaringan tetap nirkabel, layanan multimedia, serta layanan internet mencatat laba bersih sebesar Rp 397 miliar semester I 2016, atau melonjak 26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Link Net juga mengumumkan raihan pendapatan sebesar Rp 1.393 miliar atau meningkat 13% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Selain itu, perseroan berhasil menorehkan margin laba usaha sebesar 39% serta margin laba bersih sebesar 28%, melalui operating leverages dan operational excellence. Pada bulan Mei 2016, perseroan membagikan dividen tahun buku 2015 sebesar total Rp 127,8 miliar atau Rp 42 per saham.
“Pencapaian semester I-2016 ini menunjukkan bukti pertumbuhan fundamental perseroan yang kuat dan konsisten. Hal ini didukung oleh kemampuan tim yang baik dalam menjabarkan strategi berorientasi pertumbuhan dan laba, di tengah kondisi pasar yang penuh tantangan," kata Direktur Utama Link Net Irwan Djaja di Jakarta, Kamis (4/8).
"Tentunya masih banyak hal yang perlu dikerjakan, namun kami mempunyai pandangan yang sangat positif untuk kelanjutan peningkatan pencapaian kinerja perseroan hingga akhir tahun.”
Menurut Irwan, perseroan secara berkelanjutan memperluas jaringan nirkabel di tiga area cakupan, yaitu Jakarta dan sekitarnya, Surabaya dan sekitarnya, dan Bandung.
“Pada kuartal kedua 2016, perseroan menambah jangkauan layanan ke Kota Malang. Pada akhir Juni 2016, perseroan telah mencapai 1,74 juta rumah terkoneksi (homes passed),” ujar Irwan.
TV Berbayar
Perseron juga agresif mengembangkan layanan televisi berbayar. Pelanggannya terus meningkat. Perseroan berhasil menambah 76.000 unit pelanggan (RGU/Revenue Generating Units) TV berbayar dan layanan internet baru, sehingga per akhir Juni 2016 total pelanggan perseroan telah mencapai 966.000 pelanggan.
Sedangkan rata-rata pendapatan bundling per pengguna atau ARPU (Average Revenue per User) tetap dipertahankan pada level premium yaitu sebesar Rp 402.000.
Perseroan terus menambah lini produk yang ada melalui perluasan layanan Fiber To The Home (FTTH), dan peluncuran internet dengan kecepatan 1Gbps, set top box 4K Ultra HD, dan layanan First Media Experience atau FMX TV Anywhere.
Link Net didirikan pada 1996 dan merupakan penyedia layanan via kabel yang terbesar di Indonesia, layanan televisi berbayar dengan kualitas tinggi, koneksi broadband berkecepatan tinggi, dan komunikasi data.
Dalam penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Kamis (4/8), harga saham Link Net (LINK) ditutup pada Rp 4.690, naik 90 poin (1,96%) dibanding penutupan Rabu sebesar Rp 4.600. Kapitalisasi pasar LINK mencapai Rp 14,27 triliun.
Inovasi Layanan
Terkait dengan inovasi layanan, Irwan sebelumnya mengungkapkan, Link Net melalui anak usahanya First Media terus melakukan berbagai inovasi. Hal itu sejalan dengan tren konsumen yang menginginkan berbagai layanan First Media secara terintegrasi. Untuk itu, First Media selalu berusaha menghadirkan layanan yang inovatif, serta produk yang terintegrasi end to end.
“Strategi bisnis kami selalu menuju ke arah kepentingan pelanggan. Kami mengikuti tren kesukaan pelanggan, dan itu yang membuat kami selalu unggul dibandingkan dengan kompetitor lainnya,” kata Irwan.
Menurut Irwan, layanan First Media pertama berupa super high speed internet Fastnet 1 Gbps akan memberikan pengalaman berinternet bagi pelanggan dengan kualitas yang sangat memuaskan. Apalagi ke depan, dengan kehadiran teknologi terbaru seperti Internet of Things (IoT), Virtual Reality (VR), dan berbagai teknologi lainnya. Hal ini tentu membutuhkan kecepatan internet yang stabil.
“Kami mengeluarkan 1 Gbps bagi pelanggan yang membutuhkan extremly fast speed. Terutama pelanggan yang terbiasa dengan cloud storage dan sering bekerja dari rumah yang mungkin membutuhkan telekonferensi ke lokasi international. Jadi speed ini sangat cocok dengan karakter pelanggan seperti itu,” ujar Irwan.
Sedangkan layanan 4K ultra HD ditujukan bagi pelanggan yang ingin menikmati layanan multimedia beresolusi tinggi, demi mendukung pengalaman hiburan yang lebih memuaskan. Untuk itu, First Media menghadirkan next generation X1 4K box, yang dilengkapi dengan fitur terbaru seperti Video on Demand (VoD), mirror casting, personal video recorder (PVR), dan gaming.
“Teknologi televisi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Untuk berjalan seiring dengan kemajuan teknologi televisi, maka kami menghadirkan X1 4K box guna memberikan pilihan dalam menikmati hiburan dalam format Ultra High Definition (UHD) yang luar biasa,” tambah Irwan.
Sementara itu, lewat aplikasi mobile First Media X, lanjut Irwan, kini masyarakat Indonesia dapat menonton lebih dari 110 channel tayangan berkualitas di mana pun berada. Pelanggan dapat menikmati hiburan lewat perangkat mobile, seperti tablet maupun smartphone yang berbasis Android maupun iOS.
“Aplikasi First Media X berbeda dengan layanan Over The Top (OTT) lainnya, karena bukan hanya mempunyai VoD, tetapi juga live channels yang berkualitas sama seperti sekarang yang tersedia melalui set top box First Media,” tutur Irwan.

Tuesday 14 July 2015

TCID (PT. Mandom Indonesia Tbk.)

JAKARTA. Kontan.co.id. Musibah kebakaran yang melanda pabrik baru milik PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) Jumat lalu berpotensi mengganggu kinerja perusahaan. Pasalnya, ada satu lini produksi yang dipastikan tidak bisa lagi digunakan untuk produksi akibat kebakaran tersebut.
"Untuk lini produksi aerosol sudah tidak bisa lagi digunakan. Lini ini untuk memproduksi produk seperti deodoran," jelas Alia Dewi, Sekretaris Perusahaan Mandom Indonesia kepada KONTAN, Senin (13/7).
Namun, dia belum bisa merinci berapa kapasitas produksi lini tersebut. Sedikit gambaran, jika melihat jenisnya, produk tersebut masuk kedalam produk wangi-wangian.
Hingga kuartal I tahun ini, penjualan wangi-wangian yang diproduksi emiten dengan kode saham TCID di Bursa Efek Indonesia tersebut tercatat Rp 170,87 miliar. Periode yang sama tahun sebelumnya tercatat Rp 154,81 miliar.
Alia memastikan, hanya lini aerosol yang tidak bisa digunakan kembali, sementara link lainnya masih bisa beroperasi dengan normal. "Ini sedang kami pikirkan concern kemana, apa (lini produksi aeroso) mau dipindah atau seperti apa," imbuhnya.

Peringkat Saham 5 Perusahaan versi Investor Tale

Agar berguna bagi para pembacanya, Investor Tale akan menerbitkan peringkat saham-saham yang ada di BEI. Untuk saat ini perhitungan akan didasarkan pada Price Earning Ratio (PER) perusahaan. Kedepannya tentu saja akan banyak perhitungan lain yang akan disertakan. Semoga bermanfaat.
1. PT. Telkom Indonesia (TLKM) 76.24 X
2. PT. Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) 93.53 x
3. PT. Jasamarga (JSMR) 118.65 x
4. PT. Unilever Indonesia (UNVR) 191.23 x
5. PT. Adhi Karya Persero Tbk (ADHI) 444.07 x