Monday 6 July 2015

AMRT (PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk)

Detik Finance - Jakarta -Pemilik gerai Alfamart, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) akan menerbitkan obligasi sebesar Rp 1 triliun di bulan ini.

Obligasi ini merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan I senilai total Rp 2 triliun. Surat utang ini akan diterbitkan dalam dua seri, yaitu seri A yang akan jatuh tempo pada 8 Mei 2018, dan seri B pada 8 Mei 2020.

Presiden Direktur Perseroan Anggara Hans Prawira mengatakan, penerbitan obligasi ini untuk menutupi utang perseroan sebelumnya alias refinancing.

"Obligasi Rp 2 triliun, yang Rp 1 triliun sudah selesai, kita mau ngambil lagi yang Rp 1 triliun, bulan ini beres," ujarnya saat buka puasa bersama media di kawasan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/7/2015).

Obligasi tersebut, sebesar 50% digunakan untuk membayar jumlah utang jangka pendek (revolving) kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), sisanya sebesar 50% lagi digunakan untuk membayar utang PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

"Tahun ini dari bonds cuma untuk refinancing," katanya.

Perseroan juga menyiapkan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 2 triliun yang keseluruhan dananya berasal dari internal Capex ini akan digunakan untuk ekspansi gerai dan Distribution Center (DC) baru serta peremajaan existing gerai.

"Capex Rp 2 triliun termasuk toko, DC, renovasi," terangnya.

Hans mengungkapkan, di tengah perlambatan ekonomi pihaknya masih optimis bisa mencetak kinerja yang lebih baik. Perseroan membidik kenaikan angka penjualan sebesar 15% tahun ini.

Menurutnya, seiring penyerapan belanja pemerintah yang lebih agresif, perekonomian juga semakin baik sehingga mendorong kinerja perseroan lebih positif.

"Kita lihat kuartal satu ekonomi jelek sekali, tapi ada recovery lumayan di industri kita, semua orang belanja ya, kita akan tumbuh setelah lebaran, kita cukup optimis," ujarnya.

Sepanjang kuartal I-2015, Sumber Alfaria mencatatkan pendapatan sebesar Rp 10,3 triliun atau naik 12,7% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 9,14 triliun.

Namun, perseroan masih membukukan rugi bersih sebesar Rp 37,6 miliar. Pada kuartal I-2014, rugi bersih perseroan berada di posisi Rp 10,01 miliar.

"Yang kita takut sekali tentunya dolar, sekarang menguatnya lumayan, kalau dolarnya terus seperti ini kita agak ngeri karena semua komponen kan tidak semua lokal tapi ada impor, manufakturing komponen impornya tinggi, saat ini semua supplier nahan harga, tapi kalau melihat terus seperti ini rasanya supplier juga akan naikin harga, kira worry nya di situ, kalau dolar terus meningkat, mungkin harga kita nggak bisa nahan," imbuh Hans.

No comments:

Post a Comment